Jumat

Sukar Tidur? Waspada Insomnia!



Hey, ada yang pernah Insomnia? Mungkin ada sebagian dari kita yang merasa mengidap insomnia. Karena sering begadang, kemudian mengatakan diri bahwa mengidap insomnia. Dinia Nur Fitriani, mahasiswi jurusan Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada (UGM), mengungkapkan tentang pola hidupnya semenjak menjadi mahasiswa. “Karena sering mengerjakan tugas hingga malam, akhirnya menjadi pola hidup sehari-hari. Jadi saya merasa mengidap insomnia,”ungkapnya.

Ilustrasi insomnia karya Husni Bramantyo
(Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga)
Sebenarnya, insomnia tidaklah sesederhana itu. Dalam dunia kesehatan, insomnia berarti gangguan tidur. Dapat berupa adanya keinginan untuk tidur di malam hari namun mengalami kesulitan, dapat tidur tapi tidak nyenyak, atau juga bangun terlalu awal. Sehingga masih menyisakan kantuk di pagi hari. Akibatnya tentu sangat merepotkan saat menjalani aktivitas kuliah. Seperti yang dialami oleh Lili Sastriani, mahasiswi Universitas Ahmad Dahlan (UAD). “Karena malamnya sulit tidur, pagi harinya saya sering merasa pusing. Sehingga sulit konsentrasi saat kuliah dan tugas-tugas pun jadi terbengkalai. Pola hidup saya menjadi kacau!”

Selama ini insomnia sering dianggap remeh oleh sebagian orang. Karena merasa penyakit ini lebih ringan jika dibandingkan dengan kanker ataupun stroke. Padahal sesungguhnya insomnia dapat berakibat sangat buruk. Tidak hanya pada kesehatan, namun juga pada kualitas hidup penderitanya.
Nuristighfari Masri Khaerani, dosen Psikologi Klinis Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, memaparkan bahwa tidak semua kebiasaan sulit tidur di malam hari bisa disebut insomnia. Kebiasaan ini dapat dikatakan gangguan insomnia manakala seseorang merasakan efek buruk dari kebiasaanya. Seperti mengganggu aktifitas sehari-hari, pekerjaan dan hubungan sosialnya. “jadi jangan buru-buru menyimpulkan diri sedang menderita insomnia,” jelasnya.

Bagi rekan-rekan mahasiswa yang merasa menderita insomnia, ada baiknya mengenal macam-macam penyebabnya. Menurut dr. Astuti, Sp. S. (K), penyebab seseorang mengalami insomnia dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori. Pertama yaitu penyebab primer, yang tidak diketahui, dan penyebab sekunder. Penyebab primer adalah gangguan yang murni terjadi di otak sebagai pusat pengaturan tidur seseorang. Sedangkan penyebab sekunder adalah ganguan yang muncul akibat menderita penyakit lain yang membuat orang tersebut kesulitan untuk tidur. Seperti cedera kepala, stroke, diabetes, nyeri dan lain sebagainya. Kedua, gangguan secara psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kekhawatiran, stress, dan depresi. Penyebabnya bisa dari tekanan pekerjaan, trauma pascabencana hingga trauma karena kekerasan. Ketiga, karena faktor lingkungan semisal pindah ke tempat tinggal yang baru, saat perjalanan dan sebagainya.

Untuk menyembuhkan insomnia, dokter spesialis saraf ini menyarankan agar penderita berkonsultasi dengan dokter. “Jangan sampai seorang penderita insomnia mencoba mengobati sendiri penyakitnya, karena pengobatan yang salah dapat memperparah insomnia yang ia derita. Penggunaan obat tidur yang tidak sesuai dengan resep misalnya, dapat menyebabkan semakin sukar untuk tidur,” jelasnya.

Gangguan tidur ini dapat di cegah, dengan menerapkan perilaku tidur sehat. Yaitu menyiapkan diri sedemikian rupa agar nyaman untuk tidur. Seperti  mandi air hangat, menyesuaikan suhu kamar, menggunakan pakaian paling nyaman, dan membersihkan kamar dari perabotan yang membuat tidak nyaman. Cara lain adalah dengan menghindari konsumsi kopi, teh atau rokok sebelum tidur. Astuti menganjurkan untuk mengkonsumsi susu hangat atau coklat hangat.

Kepala Klinis Gangguan Tidur RS Sardjito ini memaparkan, setiap orang di anugerahi Tuhan dengan arsitektur tidur di dalam otak. Berupa hormon melatonin yang merupakan jam biologis tidur sesuai dengan perputaran bumi. Hormin ini hanya diproduksi oleh kelenjar pineal saat matahari mulai redup. Melatonin memerintahkan tubuh untuk beristirahat dan mengurangi aktivitas metabolisme. “Saat sensor di otak telah mengirimkan rasa kantuk, maka saat itu pula tubuh harus di istirahatkan. Jika sinyal ini di abaikan, maka arsitektur tidur di otak akan berubah,” pungkasnya.

1 komentar: