Jogja macet! Itulah kalimat yang makin sering terdengar di kalangan pengguna kendaraan bermotor belakangan ini. Secara kasat mata, kendaraan berbagai jenis, mulai dari sepeda, becak, sepeda motor, dan berbagai jenis mobil memenuhi jalanan Kota Jogjakarta akhir-akhir ini. Padatnya lalu lintas ini tak bisa dilepaskan dari meningkatnya jumlah penduduk di Daerah Isimewa Yogyakarta (DIY) yang kini tercatat sebanyak 3.534.600 jiwa per Juni 2010 (BPS, 2010), sementara luas wilayahnya hanya 3.185,8 km persegi.
Padatnya penduduk juga menyebabkan tuntutan mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, jumlah kendaraan bermotor juga terus melonjak. Data Ditlantas Polda DIY menunjukkan adanya kenaikan kepemilikan kendaraan bermotor yang signifikan antara tahun 2006 hingga 2011. Pada 2006 jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta mencapai 1.057.081 unit. Kendaraan roda dua tercatat paling banyak, yakni 917.711 unit. Tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor meningkat hingga 1.529.328 unit, dan 1.345.649 di antaranya adalah kendaraan roda dua. Artinya selama rentang waktu 2006-2011 telah terjadi kenaikan volume kendaraan sebanyak 44.7% atau hampir separuhnya!
Sayangnya, meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor ini tidak disertai dengan peningkatan perilaku dan kedisiplinan berkendara. Banyak tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi yang membahayakan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Data Ditlantas Polda DIY selama lima tahun terakhir telah terjadi sebanyak 1.682.254 berbagai kasus pelanggaran.
Pelajar dan Mahasiswa semestinya mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi akan peraturan lalu lintas. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Data tahun 2010 jumlah pelanggar paling banyak adalah pengemudi berusia 16-30 tahun, atau usia rata-rata pelajar dan mahasiswa.
“Sebetulnya pelajar dan mahasiswa itu tahu peraturan, tapi sering sengaja melanggarnya. Mungkin buat mereka, melanggar aturan itu terkesan keren,” kata Sandy Yunabriyanti, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. “Tapi menurut saya, hal itu bukan hanya membahayakan diri mereka sendiri, tapi juga membahayakan orang lain!” tambahnya.
Hal senada diungkapkan oleh psikolog Atina Machmudati. Menurutnya kondisi psikologis remaja masih labil, sehingga terkadang remaja ingin diakui oleh orang-orang di sekitarnya. Karena itu mereka (remaja) lebih gampang terpancing emosi. Jadi tidak heran jika banyak dari mereka sering menantang maut saat berkendara,” tuturnya.
Menurut Herry Kristanto, anggota kepolisian yang bertugas di kawasan Ring Road Utara Yogyakarta, pelanggaran yang paling banyak dilakukan remaja antara lain seperti menerima telepon seluler pada saat berkendara, tidak menggunakan helm, kebut-kebutan, dan melanggar marka jalan. Untuk mengatasinya, menurut Herry, pelajar dan mahasiswa harus diberi sosialisasi cara berkendaraan yang benar (safety riding), “Mereka harus diingatkan bahwa pelanggaran itu bukan hanya merugikan dirinya, tapi juga keluarganya dan orang lain!” tegasnya.
Sosialisasi dan Teladan
Pihak kepolisian sendiri sudah menempuh berbagai upaya, antara lain pelaksanaan pendidikan berlalu-lintas sejak usia dini, sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu-lintas serta program Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (KKLLAJ), pemberian penghargaan terhadap tindakan KKLLAJ, penciptaan lingkungan Ruang Lalu Lintas yang mendorong pengguna jalan berperilaku tertib, serta penegakan hukum secara konsisten dan berkelanjutan.
Sosialisasi kepada mahasiswa dan pelajar telah menjadi agenda rutin bagi kepolisian sebagai salah satu upaya untuk mencegah atau paling tidak mengurangi angka kecelakaan kendaraan bermotor. Salah satu kegiatannya, kepolisian bekerjasama dengan produsen sebuah merk kendaraan bermotor motor menyelenggarakan sosialisasi tentang tata cara berkendara yang benar (safety riding), seperti yang dilakukan di kampus STPMD “APMD” Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Sosialisasi itu diharapkan mampu mengubah pandangan remaja khususnya mahasiswa untuk selalu santun dan beretika dalam berkendara di jalan raya, sehingga keselamatan selama berkendara akan lebih terjamin. Selain itu juga agar mahasiswa menerapkan motto pengemudi S.A.D.A.R, yaitu Sabar, sopan, solider dalam berlalu lintas, Awas, waspada dan hati-hati dalam berlalu lintas, Disiplin, taat pada UU dan aturan lalu lintas, Antri, tidak menyerobot saat lalu lintas macet, Rawat diri dan kendaraan, agar tetap laik jalan dan selalu siap pakai.
Menurut Atina Machmudati, sosialisasi saja tidak cukup untuk menanggulangi masalah ini, tetapi juga diperlukan keteladanan, baik dari orang tua, guru, para pejabat, dan petugas kepolisian itu sendiri, “Jangan sampai oknum polisi sendiri yang sering memberi contoh dengan melakukan pelanggaran lalu lintas, atau rombongan pejabat yang seenaknya saja menerobos lampu merah!” tegasnya. “Jadi, kesadaran berlalu lintas memang bukan hanya tanggungjawab segelintir orang, tetapi tanggungjawab semua, termasuk pemerintah yang harus memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana transportasi,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar