All photographs are belong to Mufid Salim |
Detik-detik menuju pengumuman
konvensi Partai Demokrat semakin dekat. Perasaan cemas dan penuh harap tentang
hasil yang akan muncul. Group relawan terus berdering. Masing-masing memberikan
update informasi terkini. Berkabar akan situasi terakhir yang terjadi dan kemungkinan-kemungkinan
yang selanjutnya akan terjadi. Masing-masing memantau berita dari seluruh saluran
yang bisa dijangkau. Semua bergerak dan fokus pada satu hal.
Saya tidak pernah membayangkan
akan terlibat dalam suasana seperti ini. Lima tahun lalu, atau juga tahun-tahun
sebelumnya, saya tak pernah peduli dengan siapa yang akan menjadi pemimpin
negeri ini. Karena memang membicarakan politik sangat tidak menarik. Terlebih
dengan segala permainan-permainan yang ada di dalamnya. Saya merasa tidak
memiliki kekuatan apa pun untuk merubah hal ini. Saya pun menghindari
bersentuhan dengan wilayah ini. Tapi itu lima tahun lalu.
Kini, semua tampak berbeda. Ada
sudut pandang lain yang saya lihat tentang hal ini. Ada kesadaran bahwa kita tidak
bisa terlepas dari segala hal yang berbau politik. Semua hal yang berkaitan
dengan diri kita sebagai warga negara republik ini ditentukan oleh
keputusan-keputusan politik. Bagaimana mungkin kita nyaman dan bangga menjadi
warga negara, jika hal-hal yang menentukan hajat hidup kita diputuskan oleh
orang-orang yang hanya peduli dengan dirinya?
Lalu, ada semacam optimisme yang
muncul, bahwa wajah politik negeri kita bisa dirubah. Ada semacam pemahaman,
bahwa jika kita ingin hajat hidup kita sebagai warga negara menjadi lebih baik,
maka kita perlu mendorong orang-orang yang memiliki kompetensi untuk masuk
wilayah ini. Kita perlu mendorong orang-orang yang ingin tulus mengabdikan
dirinya untuk masyarakat, agar diberi amanah mengurus negeri ini. Kita perlu mendorong
sebanyak-banyaknya orang baik untuk masuk dalam wilayah politik.
Optimisme itu muncul dari sebuah
momentum. Momentum yang dimunculkan oleh satu orang yang memang saya kagumi
sejak lama. Orang yang sama sekali jauh dari wilayah politik. Orang yang tidak
punya afiliasi apa pun dengan partai politik. Orang yang penuh prestasi dan punya
jejak rekam positif. Orang itu bernama Anies Baswedan.
Pada awalnya, ketika Mas Anies
memutuskan untuk masuk wilayah politik, saya teramat kecewa. Karena bukan itu
akhir cerita hidup yang saya harapkan dari seorang tokoh kharismatik yang telah
menggerakkan banyak anak muda untuk mengabdi pada negeri dengan mengajar.
Namun, setelah saya mempelajari
apa motif dan tujuan dibalik keputusan ini, kekecewaan saya berbalik 180 derajat. Semenjak
itu, saya putuskan untuk mendukung Mas Anies untuk membuat perubahan di wilayah
yang berbeda. Wilayah yang mungkin sebelumnya tidak terpikirkan sama sekali
untuk dimasuki atau bahkan dirubah. Tapi jika kesempatan ini ada, maka
optimisme itu nyata.
Apa pun yang menjadi hasil
konvensi ini, kita harus siap menerima. Jika kita menang, itu berarti pintu
perubahan di wilayah politik akan semakin terbuka lebar. Siap memasuki pintu
perubahan selanjutnya yang lebih besar. Tapi jika kalah, kita tak perlu murung dan
bersedih. Kita harus bangga, karena telah menjadi bagian dari anak-anak muda
optimis yang telah berusaha berbuat sesuatu untuk negeri ini. Jika kalah, bukan
berarti semua usaha kita sia-sia. Minimal kita sudah melakukan sesuatu. Mungkin
upaya ini masih tampak kecil, tapi ini aksi untuk perubahan politik yang nyata.
Ungkapan yang seharusnya muncul bukan “Mengapa ini terjadi pada kita?” tapi
“Kontribusi apa yang bisa kita berikan selanjutnya?”
Selamat menanti keputusan
konvensi. Kita sudah berusaha semaksimalnya. Apapun hasilnya, itulah yang
terbaik.
Optimislah selalu, dan tebarkan
rasa optimisme itu!
Pejuang bukan?
(Mufid Salim)