Alhamdulillah, hari ahad (10/04) kemaren adalah hari terakhir program bimbingan khusus persiapan Ujian Nasional 2011, yang diadakan oleh Gama Exacta. Wah, rasanya senang bercampur bingung. Senang bisa menyelesaikan tugas dengan baik, sekaligus bingung, setelah itu harus mencari kegiatan apa lagi yang produktif.
Terus terang, ini adalah kali pertama saya kembali mengajar semenjak mulai duduk dibangku kuliah tahun 2007 lalu. Sebelumnya, saya bersama teman-teman pernah mengelola bimbingan belajar mandiri untuk internal SMA ketika menjelang Ujian Akhir Nasional tahun 2007. Ketika itu berbekal nekat, kami berinisiatif mengadakan bimbel untuk teman-teman seangkatan yang jumlahnya mencapai 1900 orang. Guru-guru pengajar mata pelajaran yang diujikan di UAN kami lobi untuk bisa meluangkan waktunya di luar jam
sekolah. Setiap malam, kami begadang menyusun soal dari buku-buku persiapan UAN. Paginya, kami menyebar pengumuman pendaftaran. Perjuangan tersebut membuahkan hasil, hampir sebagian besar angkatan kami mengikuti bimbingan belajar tersebut, dan tentu saja profit pengelolaan bimbel tersebut mampu membantu kami membeli komputer, scaner dan printer sendiri untuk departemen OSIS kami.
Pengalaman menjadi tentor ini bermula dari tawaran iseng seorang teman senior di kampus. Ia mengajak saya untuk ikut mengajar karena menurut dia, kemampuan saya dirasa cukup. Tawaran itu, tidak begitu saya gubris seketika.
Namun ketika saya pulang ke Lombok, kedua orang tua terutama ibu mendesak agar saya menerima tawaran tersebut. Sebenarnya, saya merasa belum sepenuhnya mampu mengajar. Selain karena merasa pengetahuan masih biasa saja, juga karena saya tidak memiliki cita-cita menjadi seorang guru. Sekembali ke Jogja, dengan berbagai pertimbangan, saya pun akhirnya mencoba mendaftar tepat di hari terakhir batas pendaftaran. Setiap tahapan tes memunculkan keyakinan, bahwa saya sebenarnya bisa. Muncullah motivasi untuk berani mencoba tantangan mengajar ini.
Program bimbingan pun dimulai, pekan demi pekan, saya dan kawan-kawan berkunjung ke berbagai kota mulai dari Madiun, Pati, Purworejo, Sukoharjo, Purbalingga hingga Kuningan. Perasaan grogi adalah hal yang lumrah di setiap mengawali kegiatan baru, begitu pula dengan kegiatan mengajar ini. Seiring dengan waktu, saya menemukan keasyikan tersendiri. Yeah, seburuk apapun persepsi saya di awal, kegiatan ini tetap memiliki manfaat positif untuk membangun mental dan membangun motivasi belajar. Karena kita dituntut untuk menyajikan sesuatu, maka kita harus memaksa diri untuk menyiapkan diri sebaik mungkin. Sesuai dengan kata pepatah, jika ingin pintar maka kita harus mau mengajarkan sesuatu kepada orang lain.
Hmm... Saya akan merindukan pengalaman ini.